Psikosomatik: Sakit tapi Tidak Sakit
--
Semenjak ditetapkannya COVID-19 menjadi pandemi global oleh WHO pada tanggal 11 Maret 2020, setidaknya sudah 177 negara yang terkonfirmasi telah terinfeksi virus ini. Lebih dari 690.000 kasus yang terkonfirmasi di dunia, termasuk Cina sebagai pangkal penyebaran a virus ini. Oleh karena itu pemerintahan di berbagai belahan dunia mengeluarkan berbagai kebijakan untuk memutus rantai penyebaran diantaranya lockdown atau menyelenggarakan rapid test. Saat ini pemerintah Indonesia sudah memilih untuk melakukan rapid test khususnya untuk tenaga medis, seruan bekerja dari rumah (work from home) menjadi seruan yang ramai diperbincangkan. Semua tempat umum ditutup, sekolah dan perkantoran mulai melakukan aktivitasnya dari rumah, dan dihimbau untuk selalu menjaga kebersihan diri (personal hygiene) seperti diserukan oleh WHO.
Berdiam diri dirumah menjadi salah satu upaya untuk memutuskan rantai penyebaran yang bisa dilakukan oleh semua orang, namun dibalik itu ada beberapa keluhan yang dialami oleh masyarakat selama berdiam dirumah yang sering memantau berita mengenai penyebaran COVID 19. Hal ini bisa mengakibatkan terganggunya kesehatan mental seperti yang dialami oleh masyarakat Cina seperti dilansir dari CNN Indonesia. Terapis, hotline, konseling dan kelompok kesehatan di China sedang berjuang untuk mengatasi permintaan bantuan emosional. Konsumsi informasi yang berlebihan tentang COVID 19 menimbulkan kekhawatiran, kegelisahan, cemas, dan stress. Rasa khawatir dan cemas yang terlalu berlebihan bisa mengakibatkan tubuh mengalami gejala seperti virus corona sehingga berpikir telah terinfeksi virus corona. Padahal sebenarnya gejala tersebut hanya muncul akibat manifestasi rasa cemas yang berlebihan, gejala seperti itu disebut dengan psikosomatik.
Psikosomatik merupakan gejala fisik yang dipengaruhi oleh pikiran atau kondisi emosional tertentu. Depresi atau stress juga bisa berkontribusi munculnya psikosomatis terlebih jika kondisi imun tubuh sedang lemah. Dikutip dari Alodokter, gejala psikosomatik biasanya muncul beraneka raga seperti sakit perut atau nyeri ulu hati, sakit kepala dan migrain, bernapas dengan cepat, jantung berdebar-debar, gemetar (tremor), berkeringat dan lainnya. Saat sedang terjadi pandemi virus flu babi (schwine flu), Psychological Predictors of Anxiety in Response melakukan sebuah penelitian mengenai krisis kesehatan dengan psikosomatik. Didapatkan hasil bahwa krisis kesehatan yang dipublikasikan secara meluas dapat mengakibatkan kondisi psikogenik, sehingga bisa saja orang yang terlalu banyak mengkonsumsi berita mengenai COVID 19 ini mengalami psikosomatik sehingga merasakan gejala yang mirip dengan COVID-19.
Menurut Ikhsania (2020) pada SehatQ, ada beberapa cara untuk mengatasi psikosomatik akibat berita COVID 19 diantaranya:
1. Mencari sumber informasi yang dapat dipercaya
2. Istirahat sejenak dari pemberitaan COVID 19
3. Berkomunikasi dengan orang-orang tercinta
4. Menjaga kesehatan dan kebersihan diri
5. Tetap berpikir positif
Pada dasarnya pikiran akan mengendalikan kesehatan jiwa, pikiran yang positif dan tenang akan meningkatkan imun tubuh. Sebaliknya, jika pikiran dipenuhi dengan kegelisahan dan kekhawatiran perlahan akan berpengaruh pada kondisi fisik. Imunitas tubuh yang rendah membuat penyakit mudah menyerang dan menguasai tubuh, oleh karena itu penting untuk tidak hanya mengendalikan kondisi fisik tetapi juga mengendalikan kondisi mental.
Referensi:
https://www.bbc.com/news/world-51235105
https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-2019/advice-for-public
https://www.verywellmind.com/depression-can-be-a-real-pain-1065455
https://www.alodokter.com/mengenali-gangguan-psikosomatik-dan-cara-mengobatinya